Selama ratusan tahun tinggal di Yogyakarta - Indonesia, Bangsa
Belanda meninggalkan sejumlah bangunan bersejarah dengan arsitektur
bergaya Eropa yang masih bisa Anda nikmati keindahannya hingga kini.
LOJI - Kawasan Indische Pertama di Yogyakarta
Selama ratusan tahun mendiami Indonesia, termasuk Yogyakarta, Belanda
meninggalkan sejumlah bangunan bersejarah. Bangunan-bangunan itu oleh
warga Yogyakarta sering disebut loji karena ukurannya yang besar dengan
halaman yang luas.
Benteng Vredeburg (Loji Besar)
Benteng vredeburg tahun 1980an dan 1901
batalyon 403 tahun 1970 dan Denah Benteng
Gedung Agung (Loji Kebon)
Loji Kebon, kini dikenal dengan nama Gedung Agung. Bangunan yang juga
bergaya eropa itu didirikan tahun 1824 dan digunakan sebagai Gedung
Karesidenan. Halaman Loji Kebon sangat luas dan dihiasi arca-arca yang
dikumpulkan para pejabat Belanda dari penjuru kota Yogyakarta. Tahun
1912, kompleks Loji Kebon dilengkapi dengan bangunan Societeit de
Vereniging, tempat pejabat Belanda berdansa dengan iringan biola.
Seperti halnya Loji Besar, Loji Kebon pun juga menjadi saksi sejarah. Pembangunan gedung yang dirancang A Payen ini sempat berhenti karena Perang Diponegoro tahun 1825 - 1830 yang hampir membuat pemerintah Belanda bangkrut. Pada Masa Jepang, gedung ini menjadi kediaman petinggi Jepang bernama Koochi Zimmukyoku Tyookan. Demikian pula sejak ibukota Indonesia berpindah ke Yogyakarta 6 Januari 1946, gedung ini menjadi istana kepresidenan. Hingga kini, meski ibukota Indonesia berpindah lagi ke Jakarta, gedung ini tetap berstatus istana kepresidenan.
Seperti halnya Loji Besar, Loji Kebon pun juga menjadi saksi sejarah. Pembangunan gedung yang dirancang A Payen ini sempat berhenti karena Perang Diponegoro tahun 1825 - 1830 yang hampir membuat pemerintah Belanda bangkrut. Pada Masa Jepang, gedung ini menjadi kediaman petinggi Jepang bernama Koochi Zimmukyoku Tyookan. Demikian pula sejak ibukota Indonesia berpindah ke Yogyakarta 6 Januari 1946, gedung ini menjadi istana kepresidenan. Hingga kini, meski ibukota Indonesia berpindah lagi ke Jakarta, gedung ini tetap berstatus istana kepresidenan.
Loji Kecil
Loji
Kecil yang berlokasi di sebelah timur Vredeburg kini, tetapnya wilayah
Shopping hingga hampir perempatan Gondomanan. Berbeda dengan Loji Besar
yang berfungsi sebagai benteng dan Loji Kecil yang berfungsi sebagai
gedung pemerintahan, Loji Kecil berfungsi sebagai wilayah hunian. Di
kawasan itu juga terdapat Gedung Societet Militair yang dahulu digunakan
sebagai tempat para serdadu militer Belanda bersantai.
Kawasan Loji kecil merupakan pusat kawasan hunian orang Belanda pertama di Yogyakarta. Sejumlah fasilitas pendukung kini juga masih bisa dinikmati keindahannya, misalnya gereja Protestansche Kerk yang berdiri tahun 1857 (kini menjadi Gereja Kristen Marga Mulya, berlokasi di utara Gedung Agung) dan Gereja Fransiskus Xaverius Kudul Loji (bangunan lama) yang berdiri tahun 1870, berada di sebelah selatan kawasan Loji Kecil.
Kawasan Loji kecil merupakan pusat kawasan hunian orang Belanda pertama di Yogyakarta. Sejumlah fasilitas pendukung kini juga masih bisa dinikmati keindahannya, misalnya gereja Protestansche Kerk yang berdiri tahun 1857 (kini menjadi Gereja Kristen Marga Mulya, berlokasi di utara Gedung Agung) dan Gereja Fransiskus Xaverius Kudul Loji (bangunan lama) yang berdiri tahun 1870, berada di sebelah selatan kawasan Loji Kecil.
Loji Setan
Loji Setan sejak beberapa lama memiliki beragam fungsi. Di masa lalu, gedung ini sering digunakan untuk tempat bermeditasi dan sebagai ruang pameran, misalnya pameran oleh Luch Bescherming Dienst pada tahun 1940. Pasca Kemerdekaan, gedung yang pada awalnya bernama Loji Marlborough ini digunakan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia (1945 - 1949), kantor Dewan Pertahanan Negara dan penyelenggaraan sidang Kabinet (1948).
BINTARAN - dari Kediaman Pangeran Bintoro ke Kawasan Indische
Bintaran merupakan kawasan hunian alternatif bagi orang Belanda yang menetap di wilayah Indonesia, berkembang setelah kawasan Loji Kecil tak lagi memadai. Perkembangan Bintaran sebagai pemukiman Indische diperkirakan dimulai tahun 1930an .Umumnya, orang Belanda yang bermukim di Bintaran adalah yang bekerja sebagai opsir dan pegawai pabrik gula.
Ndalem Mandara Giri
Gedung Sasmitaloka Jenderal Soedirman
Gedung Sasmitaloka Jenderal Soedirman yang bisa ditemui persis di
sisi kiri jalan Jalan Bintaran. Dahulu, bangunan yang berdiri tahun 1890
itu dimanfaatkan sebagai kediaman pejabat keuangan puro Paku alam VII
bernama Wijnschenk. Bangunan itu juga sempat menjadi rumah dinas Jendral
Soedirman, kemudian kediaman Kompi Tukul setelah kemerdekaan.
Museum Biologi (kantor Komando Pemadam Kebakaran)
Penjara Belanda (Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan)
Bangunan bersejarah lain adalah penjara Belanda yang kini digunakan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan.
Gereja Santo Yusuf
Kotabaru, Jelajah ke Kota Taman Tua
Kawasan Indische yang layak disebut sebagai salah satu wilayah paling maju di jamannya. Dibangun dengan konsep kota taman yang berpola radial, Kotabaru menjadi sebuah kawasan yang sejajar dengan Menteng, sebuah kawasan Indische di Jakarta.
Kotabaru, atau dulu disebut Nieuwe Wijk, adalah sebuah kawasan yang berkembang mulai tahun 1920 sebagai konsekuensi kian padatnya kawasan Loji Kecil. Kemajuan industri gula, perkebunan dan meningkatnya ketertarikan mengembangkan pendidikan dan kesehatan menyebabkan jumlah orang Belanda yang menetap di Yogyakarta semakin meningkat. Kotabaru menjadi kawasan hunian alternatif yang berfasilitas lengkap, sejajar dengan kawasan Menteng di Jakarta.
Jalan Kewek
alan Kewek yang menjadi gerbang selatan kawasan ini misalnya, menyimpan cerita yang cukup jenaka. Jalan berupa jembatan yang menghubungkan seberang timur dan barat Sungai Code itu sebenarnya dinamai Jalan Kerkweg, namun karena banyak orang Jawa sulit melafalkannya, namanya pun berubah menjadi Kewek. Karena berupa jembatan, jalan yang kini bernama Abubakar Ali itu juga disebut Kreteg Kewek.
Gereja Santo Antonius Kotabaru
Bangunan Kuno Lainnya
Menyusuri
setiap relung Kotabaru. Sederetan bangunan kuno berarsitektur Belanda
akan ditemui dengan mudah. Gedung bekas Kementrian Luar Negeri yang
berlokasi di simpul jalan menuju Jembatan Gondolayu, rumah Brigjend
Katamso yang berada di sebelah timur Stadion Kridosono, serta bangunan
gardu listrik rancangan khas Belanda.
Arsitektur keagamaan tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia, seni
arsitektur ini berkembang pesat di Pulau Jawa. Pengaruh sinkretisasi
agama di Jawa meluas sampai ke dalam arsitektur, sehingga menghasilkan
gaya-gaya arsitektur yang berkhas Jawa untuk bangunan-bangunan ibadah
agama Hindu, Buddha, Islam, dan sampai ke umat yang berjumlah kecil
yaitu Kristen.
Arsitektur Jawa.Rumah Jawa merupakan lambang status bagi penghuninya dan juga menyimpan rahasia tentang kehidupan sang penghuni. Rumah Jawa merupakan sarana pemiliknya untuk menunjukkan siapa sebenarnya dirinya sehingga dapat dimengerti dan dinikmati orang lain. Rumah Jawa juga menyangkut dunia batin yang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat Jawa.
Arsitektur Jawa.Rumah Jawa merupakan lambang status bagi penghuninya dan juga menyimpan rahasia tentang kehidupan sang penghuni. Rumah Jawa merupakan sarana pemiliknya untuk menunjukkan siapa sebenarnya dirinya sehingga dapat dimengerti dan dinikmati orang lain. Rumah Jawa juga menyangkut dunia batin yang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat Jawa.
Kotagede - Saksi Bisu Berdirinya Kerajaan Mataram Islam (Abad ke-16)
Disebut Kotagede adalah karena pada zaman dahulu, kawasan ini merupakan Ibu Kota nya kerajaan Mataram Islam. Kota Gede (Gede = Besar) disebut demikian karena pada masa lalu kota ini didatangi banyak penduduk, mungkin seperti kota jakarta kalo sekarang. Maka tak heran jika kemudian di Kotagede bisa dengan mudah di temui bangunan-bangunan bersejarah sisa peninggalan kerajaan mataram yang merupakan cikal bakal kerajaan Jogjakarta. Bangunan-bangunan ini merupakan cagar budaya yang di lindungi keberadaannya.
Kotagede merupakan saksi bisu dari tumbuhnya Kerajaan Mataram Islam yang pernah menguasai hampir seluruh Pulau Jawa. Makam para pendiri Kerajaan Mataram Islam, reruntuhan tembok benteng, dan peninggalan lain bisa kita temukan di Kotagede.
Pasar Kotagede
http://blog.diansastrowardoyo.net/category/foto-jurnal/
Kompleks Makam Pendiri Kerajaan
Terdapat 3 gapura sebelum sampai ke gapura terakhir yang menuju bangunan makam. Untuk masuk ke dalam makam, harus mengenakan busana adat Jawa . Tokoh-tokoh penting yang dimakamkan di sini meliputi: Sultan Hadiwiijaya, Ki Gede Pemanahan, Panembahan Senopati, dan keluarganya.
Masjid Kotagede
Kedhaton
3
Pohon Beringin berada tepat di tengah jalan. Di tengahnya ada bangunan
kecil yang menyimpan "watu gilang", sebuah batu hitam berbentuk bujur
sangkar yang permukaannya terdapat tulisan yang disusun membentuk
lingkaran:
ITA MOVENTUR MUNDU S - AINSI VA LE MONDE - Z00 GAAT DE WERELD
- COSI VAN IL MONDO. Di luar lingkaran itu terdapat tulisan AD ATERN AM
MEMORIAM INFELICS - IN FORTUNA CONSOERTES DIGNI VALETE QUIDSTPERIS
INSANI VIDETE IGNARI ET RIDETE, CONTEMNITE VOS CONSTEMTU - IGM (In
Glorium Maximam).
Dalam bangunan itu juga terdapat "watu cantheng", tiga bola yang terbuat dari batu berwarna kekuning-kuningan. Masyarakat setempat menduga bahwa "bola" batu itu adalah mainan putra Panembahan Senapati. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa benda itu sebenarnya merupakan peluru meriam kuno.