
Waktu itu usiaku 23 tahun. Aku duduk di tingkat akhir suatu perguruan
tinggi teknik di kota Bandung. Wajahku ganteng. Badanku tinggi dan
tegap, mungkin karena aku selalu berolahraga seminggu tiga kali.
Teman-temanku bilang, kalau aku bermobil pasti banyak cewek yang dengan
sukahati menempel padaku. Aku sendiri sudah punya pacar. Kami pacaran
secara serius. Baik orang tuaku maupun orang tuanya sudah setuju kami
nanti menikah. Tempat kos-ku dan tempat kos-nya hanya berjarak sekitar
700 m. Aku sendiri sudah dipegangi kunci kamar kosnya. Walaupun demikian
bukan berarti aku sudah berpacaran tanpa batas dengannya. Dalam masalah
pacaran, kami sudah saling cium-ciuman, gumul-gumulan, dan
remas-remasan. Namun semua itu kami lakukan dengan masih berpakaian. Toh
walaupun hanya begitu, kalau “voltase’-ku sudah amat tinggi, aku dapat
‘muntah” juga. Dia adalah seorang yang menjaga keperawanan sampai dengan
menikah, karena itu dia tidak mau berhubungan sex sebelum menikah. Aku
menghargai prinsipnya tersebut. Karena aku belum pernah pacaran
sebelumnya, maka sampai saat itu aku belum pernah merasakan memek
perempuan.
baca selengkapnya » Putri Ibu Kostku