Aku wanita 'udik' 23 tahun, telah berkeluarga dan punya satu anak lelaki umur 2 tahun. Aku memang kawin muda, 18 tahun. Begitu tamat SMU Aku dinikahkan dengan pria pilihan orang tua. Suamiku, sebut saja Bang Mamat namanya (samaran) waktu menikah denganku usianya 35 tahun, sudah mapan, punya usaha sendiri. Kenapa Aku mau menerima lamaran seorang pria yang 17 tahun lebih tua. Pertama, karena Aku memang dididik untuk patuh kepada orang tua dan Aku anak tunggal. Kedua, lingkunganku di pedalaman selatan Jakarta memang mengharuskan gadis seusiaku segera menikah. Ketiga, Bang Mamat memang baik hati. Dia begitu sibuk mengurus usahanya sampai "lupa" mencari calon isteri. Keempat, meskipun Aku punya banyak kawan lelaki dan beberapa diantaranya naksir Aku, tapi semuanya hanya sebagai teman biasa saja. Tak satupun yang pernah Aku "jatuhi" cintaku, kecuali seseorang yang sempat mengisi hatiku, tapi banyak halangan (nanti Aku ceritakan tentang Mas Narto ini). Pendeknya, Aku belum punya pacar. Kelima, Aku termasuk tipe penyayang anak-anak. Sudah banyak anak-anak tetangga yang Aku "pinjam" untuk kuasuh. Aku ingin menjadi seorang Ibu.
Tahun-tahun pertama masa perkawinanku memang membuatku bahagia. Bang Mamat begitu mengasihiku, penyabar, penuh pengertian. Apalagi setelah Si Randy, anak kami lahir, rasanya Aku adalah ibu yang paling bahagia di jagat ini. Bang Mamat juga sangat menyayangi anak lelakinya. Makin semangat mengurusi usahanya yang akhir-akhir ini terkena dampak krisis ekonomi. "Aku berjanji akan bekerja keras....
Selengkapnya >>
Tahun-tahun pertama masa perkawinanku memang membuatku bahagia. Bang Mamat begitu mengasihiku, penyabar, penuh pengertian. Apalagi setelah Si Randy, anak kami lahir, rasanya Aku adalah ibu yang paling bahagia di jagat ini. Bang Mamat juga sangat menyayangi anak lelakinya. Makin semangat mengurusi usahanya yang akhir-akhir ini terkena dampak krisis ekonomi. "Aku berjanji akan bekerja keras....
Selengkapnya >>