SIAPA yang tak tahu kartun Upin & Ipin yang kepopulerannya mengalahkan Spongebob danNaruto.
Animasi Malaysia dari Les’ Copaque ini berhasil menyita perhatian anak
bangsa ketika ditayangkan pertama kali di TPI. Sejenak saya berpikir
bahwa perfilman kita tidak kalah bagus dengan negeri serumpun itu. Namun
ternyata (terutama) dalam hal animasi, Malaysia lebih berunjuk gigi.
Saya tahu animasi buatan Indonesia apa yang akan dijadikan pembanding. Yap,Meraih Mimpi,
film animasi bioskop dari Infinite Frameworks yang tayang pada
September 2009. Lalu manakah yang berkualitas di antara dua film
(paling tidak) dari kaca mata saya?
Tiga alumnus Multimedia University, Malaysia, menemukan donator yang tepat untuk proyek animasi yang semula diberi judul Geng: Pengembaraan Bermula. Dan Pada 2005, proses pengerjaan dilakukan hingga pada tahun 2007 animasi pendek yang akhirnya diberi nama Upin & Ipin itu ditayangkan di Malaysia.
Upin & Ipin
menjadi sangat menarik dengan latar perkampungan Melayu dan para tokoh
dari berbagai etnis. Candaan yang segar dan tema variatif menjadi salah
satu hal yang membuat anak-anak menantikannya. Di sisi lain fakta ini
menarik pasar internasional terutama Indonesia. Dan Upin & Ipin pun menahta di Tanah Air.
Bagaimana di Indonesia? Film animasi bioskop pertama yang muncul di bioskop adalah Home Land (2005) yang dibuat Studio Kasatmata. Itu pun cepat turun dari peredarannya karena masyarakat kita cenderung menyukai film-film non-animasi.Ketika Meraih Mimpi (2009)
muncul dan didengung-dengungkan sebagai animasi sekelas Pixar, animo
saya tinggi mendengar hal itu. Namun apa yang terjadi selama setengah
perjalanan menonton film tersebut? Usaha film maker-nya memang patut diacungi jempol. Tapi kalau harus sekelas Hollywood rasanya tidak. Kita memang harus banyak belajar.
Sama dengan Upin & Ipin, Meraih Mimpi mengangkat nuansa etnis. Namun Meraih Mimpi tidak
senasionalis yang dibayangkan. Salah satu tokoh tidak mengidolakan
pencak silat, melainkan sejenis kungfu. Kerajaan yang dicari mirip
seperti kisah dari dongeng negara lain. Dan yang lebih fatal, gerak
bibir para tokoh animasi yang tak sesuai dengan pelafalan. Lihat
bagaimana kita semua bisa mendapatkan yang gratis dari hanya menonton TV
atau membeli dvd bajakannya. Upin & Ipin, dengan gerak bibir
yang pas, rasa yang pas, cerita yang khas. Rasanya tak terlalu
berlebihan kalau produk ini memang sudah sekelas Hollywood. Tapi apakah
berlebihan?
Tentu saja kita punya banyak animator dan kesemuanya itu underground.
Beberapa karya mereka dijual ke luar negeri dan tak terlihat di sini.
Beberapa lagi kita tahu dari kartun 2D ala dongeng yang biasa kita
temukan sebagai bonus prosuk susu bubuk. Mengenai kualitas, jangan
ditanya.
Maksud
saya, usaha mereka sudah harus mendapat apresiasi tinggi dari kita.
Masalahnya pemerintah tidak memberi perhatian khusus pada dunia animasi
dalam negeri. Padahal banyak lho, yang jago bikin anime atau animasi di
sini. Yang bikingame online saja sudah ada yang dilakukan orang
kita. Dan (soal film animasi) ini tentu dapat dijadikan lahan industri
yang menggiurkan. Mendatangkan devisa negara. Tahulah seberapa kayanya
Jepang yang mengijinkan kartun sejenisDoraemon, Sailormoon atau Sin Chan untuk ditayangkan di berbagai negara.
Sebagai
tambahan, animasi adalah salah satu produk karya seni. Bayangkan betapa
kayanya genre perfilman kita dengan bubuhan animasi di dalamnya. Jadi
tidak melulu film-film kacangan yang menjual pantat, geol-geol pinggang,
ciuman, judul erotis.