LSM lingkungan, Greenpeace mengeluarkan tudingan baru terhadap perusakan hutan hujan tropis oleh perusahaan sawit dan pabrik kertas dan pulp yang dikelola oleh Sinar Mas. Greenpeace menuduh sejumlah perusahaan internasional terlibat dalam menghancurkan hutan Indonesia. LSM lingkungan internasional tersebut menilai Walmart,
Tesco, Carrefour dan perusahaan internasional lainnya telah membeli
produk pulp dan kertas dari produsen Indonesia yang merusak hutan.
Dalam laporan terbaru, Greenpeace menyebutkan Asia Pulp & Paper (APP), produsen pulp dan kertas terbesar keempat di dunia
yang dikendalikan oleh Sinar Mas, konglomerat Indonesia sebagai pihak
tertuduh. "Sinar Mas terus mengakuisisi dan menghancurkan hutan alam
yang menjadi habitat harimau, serta membabat lahan gambut kaya karbon
untuk pabrik pulp di Sumatera," ujarGreenpeace. Greenpeace menuding APP
tidak pernah serius menggunakan kayu pulp dari perkebunan eksklusif ...
meskipun memberikan jaminan kepada pelanggan. Namun, APP justru
mempertahankan ketergantungan pada hutan alam.
Greenpeace tidak menyebutkan dimana lokasi Sinar Mas melanggar
hukum, tapi LSM ini percaya perusahaan ini telah mendapatkan lisensi
dari pemerintah beroperasi di areal lahan yang semestinya dilindungi.
Masalah status lahan, menurutGreenpeace, menjadi biang konflik di
Indonesia karena persoalan hukum yang rumit dan tumpang tindih, minimnya
penegakan peraturan, serta korupsi di pemerintah.
Selain Tesco dan Carrefour, Greenpeace menyebutkan Kentucky Fried Chicken, Hewlett Packard, dan Auchan menggunakan produk dari APP. Laporan ini juga menyebutkan nama-nama lain, seperti grup retail
WH Smith, Corporate Express asal Belanda yang dimiliki oleh Staples,
serta PaperlinX, pedagang kertas Australia. Greenpeace menyerukan kepada
semua perusahaan itu berhenti membeli produk APP dan mencegah merek
mereka dikotori oleh tudingan terlibat dalam kerusakan hutan.
David Shirer, juru bicara
Paperlinx, berkata: "Jika ada bukti dari bahan ilegal yang dipakai
pemasok kami, kami akan berhenti berdagang dengan pemasok.". Jurubicara
Tesco mengatakan pihaknya tidak membeli produk dari APP di Inggris, baik
secara langsung atau tidak langsung. "Kami berkomitmen membeli kayu dan
produk kayu yang legal, dari bahan baku berkelanjutan. "
Seorang juru bicara dari
Carrefour juga mengaku berkomitmen menggunakan produk dari bahan baku
untuk pembangunan berkelanjutan, serta memutuskan untuk menghentikan
pasokan APP diIndonesia untuk produk bermerek Carrefour pada musim panas
ini. "Carrefour telah bertemu dengan APP untuk membahas soal ini,"
katanya. Auchan menyebutkan APP bukanlah pemasok besar. Namun, mereka
akan mempelajari kesimpulan laporanGreenpeace secara hati-hati untuk
memutuskan tindakan apa yang harus diambil. Sedangkan, sumber dari dari
Walmart, KFC, HP, dan Staples menolak berkomentar.
Mengutip dokumen internal APP
dan data pemerintah Indonesia, Greenpeace menuduh bahwa APP telah
menghancurkan habitat harimau dan orang utan Sumatera, serta merusak
hutan yang kaya karbon untuk memenuhi target ambisiusIndonesia
mengurangi emisi 26 persen dalam 10 tahun mendatang. Aida Greenbury,
Direktur APP menolak memberikan rincian tentang para pembelinya. Namun,
ia mengatakan klaim bahwa aktivitas perusahaan telah membuat spesies
terancam punah "sama sekali tidak benar".
APP menyatakan dua kali dalam
laporan dan kepada pemegang saham bahwa akan manggunakan 100 persen kayu
dari sumber bahan baku berkelanjutan, ditargetkan pada 2007 dan diubah
2009. Namun, perusahaan tak bisa menggapai target tersebut.
Greenbury mengatakan bahwa sejak 2008, sekitar 85 persen dari kayu APP telah datang dari perkebunan. Perusahaan juga akan mengurangi ketergantungan pada sumber-sumber non-berkelanjutan hingga 10 persen mulai tahun ini.
Mereka juga mendesak perusahaan
ritel besar seperti Carrefour dan Walmart agar tidak membeli produk yang
dikeluarkan oleh Sinar Mas.
Beberapa pembeli sawit terbesar produk Sinar Mas seperti Unilever dan Nestle sebelumnya telah menghentikan pembelian sawit yang dihasilkan oleh Sinar Mas terkait dengan tudingan perusakan lingkungan.
Greenpeace
menyebutkan proses perlindungan terhadap hutan hujan tropis dan lahan
gambut adalah salah satu cara untuk mengurangi dampak perubahan
lingkungan.
APP terus melakukan
penghancuran terhadap hutan hujan tropis dan hutan gambut untuk memenuhi
kebutuhan dua pabrik bubur kertas
Dalam laporan Greenpeace
berjudul 'How Sinar Mas is Pulping the Planet' yang diluncurkan pada
hari ini (6/07), mereka menyebutkan perusahaan tersebut tidak berniat
untuk sepenuhnya memenuhi kebutuhan dari kayu milik mereka sendiri sejak
tahun 2009.
"Laporan ini merupakan hasil
analisis dari kajian yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan juga
berdasar pada peta dan data milik Sinar Mas, selain penyelidikan
lapangan yang juga menunjukan APP terus melakukan penghancuran terhadap
hutan hujan tropis dan hutan gambut untuk memenuhi kebutuhan dua pabrik
bubur kertas mereka yang ada di Sumatra," kata salah satu bagian dalam
laporan yang dikeluarkan olehGreenpeace hari ini.
Laporan yang disampaikan
Greenpeace juga menyebutkan bahwa dua pabrik pengolahan bubur kertas
milik APP itu terus memperluas kapasitas produksinya dari 2,6 juta ton
pada tahun 2006, mereka berusaha meningkatkan kapasitas produksinya
hingga 17,5 juta ton pertahun.
Tidak berdasar
Dikutip dari Reuters,
juru bicara APP, Aida Greenbury mengatakan mereka tidak mempunyai
rencana untuk meningkatkan kapasitas produksinya seperti yang disebutkan
olehGreenpeace.
"Untuk meningkatkan produksi hingga 17 juta ton setidaknya dibutuhkan 8 juta hektar lahan lagi dan ini sangat konyol," katanya.
Dalam laporannya Greenpeace juga menyebut Sinar Mas berusaha untuk memperluas lahan dengan pembabatan hutan yang menjadi habitat Harimau Sumatra, salah satu hewan yang dilndungi oleh pemerintah.
Namun dalam pernyataannya
perusahaan pengelolaan minyak sawit PT Smart.tbk mengatakan mereka tidak
membuka perkebunan sawit di kawasan hutan alam primer, hutan gambut dan
juga tidak melakukan konversi lahan yang mempunyai nilai konservasi
tinggi.
Presiden Direktur Smart, Daud
Darsono dalam rilis yang dikeluarkan oleh perusahaan itu meminta para
pengguna produk mereka untuk menunggu hasil kajian dalam pertemuan
sidang penanaman sawit berkelanjutan (RSPO) - pertemuan yang
menghadirkan perusahaan sawit, pengguna dan kelompok lingkungan - untuk
membuktikan tuduhan yang diajukan olehGreenpeace.
Pertemuan tersebut rencananya akan digelar pada bulan ini.